Breaking News

Rangkap Jabatan Keuchik dan PPPK Dilarang, Pelanggaran Dapat Berujung Sanksi Berat

Gambar ini hanyalah sebuah ilustrasi seorang Keuchik yang merangkap jabatan dengan PPPK (Dok.Ilustrasi gambar)

REDAKSI | GAJAHPUTIHNEWS.COM
KAMIS, 6 NOVEMBER 2025
TAYANG - 01:55 WIB

BANDA ACEH – Praktik rangkap jabatan antara Keuchik (Kepala Desa di Aceh) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dilarang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Pejabat yang tidak mengundurkan diri dari salah satu jabatan, atau yang terbukti memalsukan surat pengunduran diri, berpotensi menghadapi sanksi administratif dan konsekuensi hukum pidana yang serius.

Dampak dan Akibat Hukum

1. Konsekuensi Rangkap Jabatan (Administratif)

  • Pemberhentian Tidak Hormat: Pemerintah Kabupaten/Kota bersama Badan Kepegawaian Negara (BKN) berwenang menjatuhkan sanksi tegas berupa pemberhentian dari salah satu jabatan, atau bahkan keduanya.
  • Tindakan ini dilakukan karena pelanggaran terhadap larangan rangkap jabatan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Desa dan Undang-Undang ASN.

Sanksi Administratif

PPPK yang terbukti rangkap jabatan dapat dikenai sanksi administratif, termasuk pencabutan status kepegawaian serta larangan mengikuti seleksi ASN selama dua tahun anggaran berikutnya apabila mengundurkan diri setelah memperoleh Nomor Induk PPPK (NI-PPPK).

Pengembalian Gaji atau Tunjangan

Pejabat yang menerima penghasilan ganda dari kedua jabatan tersebut dapat diwajibkan mengembalikan gaji atau tunjangan yang diterima secara tidak sah.

2. Akibat Hukum Pemalsuan Surat Pengunduran Diri (Pidana)

Pemalsuan surat atau dokumen termasuk tindak pidana serius yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

  • Ancaman Pidana Penjara: Berdasarkan Pasal 263 ayat (1) KUHP, pelaku pemalsuan surat dapat diancam dengan hukuman penjara maksimal enam (6) tahun.
  • Penggunaan Dokumen Palsu: Jika dokumen palsu tersebut digunakan seolah-olah asli, pelaku juga dapat dijerat dengan Pasal 263 ayat (2) KUHP dengan ancaman hukuman serupa.
  • Merugikan Pihak Lain: Pemalsuan yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain  misalnya pemerintah atau calon lain yang berhak atas posisi tersebut memperkuat unsur pidana dalam perkara ini.
  • Tindak Pidana Umum (Delik Biasa): Kasus pemalsuan dokumen termasuk delik biasa, sehingga proses hukum dapat berjalan tanpa adanya laporan dari pihak yang dirugikan, karena menyangkut ketertiban umum dan kepastian hukum.
  • Sanksi Berdasarkan UU ITE: Jika pemalsuan dilakukan dalam bentuk dokumen elektronik atau tanda tangan digital, maka Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juga dapat diberlakukan dengan ancaman sanksi yang lebih berat.

Kesimpulan

Rangkap jabatan antara Keuchik dan PPPK merupakan pelanggaran hukum yang dapat berujung pada pemberhentian dan sanksi administratif.

Apabila pelanggaran tersebut ditutupi dengan pemalsuan dokumen, pelaku dapat dijerat pidana penjara hingga enam tahun sesuai ketentuan KUHP dan UU ITE.

Penulis: A.G
Editor   : Setiaraya

© Copyright 2022 - GAJAH PUTIH NEWS.COM