(Serial Opini)
Gajahputihnews.com//Banda Aceh, 03/11/2024
Islam melarang penganutnya sombong, angkuh, meremehkan orang lain, merasa dirinya paling benar, merasa paling mampu, dan berbagai sifat tercela lainnya. Cukup banyak dalil baik dalam Alquran maupun Hadis Nabi saw yang menjelaskan akan hal itu.
Perhatikan debat pertama paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh yang disiarkan langsung oleh Kompas TV berlangsung di Amel Convention Center Banda Aceh, dimana calon Wakil Gubernur Aceh nomor urut 01 Fadil Rahmi (FR) dengan menggebu-gebu mengutip doa yang seolah-olah sering dibacakan oleh Tgk. H. Muhammad Yusuf (Tu Sop), allahumagfirlahu.
Doa tersebut secara jelas dialamatkan kepada paslon nomor urut 02 Muzakir Manaf-Fadhlullah (Mualem-Dek Fadh). Isi doa tersebut adalah "ya Allah jangan jadikan pemimpin kami orang-orang yang tidak takut kepada-Mu dan tidak sayang kepada rakyatnya....hingga seterusnya". Doa ini baik, tapi yang tidak baik pembacanya, seolah-olah hanya paslon 01 atau dirinya (FR) saja yang hanya takut kepada Allah dan sayang kepada bangsa Aceh.
Ini jelas-jelas ucapan yang mengandung kesombongan (takabur). Lihat juga gestur dan semiotika ketika doa tersebut dibaca, tampak sekali tidak mencerminkan akhlak seorang yang dikatakan berilmu, astagfirullah adhiim.
Demikian juga pada saat debat kedua yang dilaksanakan di The Pade Hotel, Aceh Besar serta disiarkan langsung oleh TVRI, dimana lagi-lagi calon wakil gubernur paslon 01 FR menampakkan sikap kesombongannya yang membacakan Hadis mengenai "larangan menyerahkan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya". Hadis yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari tersebut tidak salah, tapi yang salah pembacanya (terkesan sangat subjektif dan prejudes).
Hampir empat juta rakyat Aceh yang telah memiliki hak sebagai pemilih pada pilkada maupun pemilu paham betul apa yang telah dilakukan FR selama 5 tahun pada saat diberikan amanah oleh rakyat Aceh ketika menjadi anggota DPD RI di Jakarta, tentu tidak sesuai ekspektasi, jauh dari harapan. Jika tidak "memanfaatkan" pengaruh kepopuleran UAS (Ustaz Abdus Shomad) dipastikan tidak akan terpilih pada pileg tahun 2019 lalu. Hal ini tidak disadari oleh FR.
FR harus belajar kembali ilmu tauhid (teologi) yang benar, juga harus mengintensifkan ikut jamaah zikir dan mendalami ilmu tasauf agar sifat kesombongan atau merasa diri the Best, merasa dirinya paling takut kepada Allah, merasa paling cinta sama rakyat Aceh, merasa dirinya paling ahli dalam urusan pemerintahan atau kepemimpinan sirna dari dirinya.
Ya diakui bahwa bahwa tingkat pendidikan paslon 02 Mualem-Dek Fadh sedikit lebih rendah dibandingkan paslon 01 Bustami Hamzah-Fadil Rahmi, tetapi pengalaman Mualem-Dek Fadh jauh lebih luas dan lebih lama dibandingkan dengan Fadil Rahmi (FR). Ingat, pendidikan tinggi tidak menjamin seseorang akan mampu mengeksekusi dan mengimplementasi kebijakan politik bila tidak didukung oleh syarat-syarat lain. Pendidikan yang tinggi juga belum tentu ia pintar dan mengerti substansi keilmuannya. Pendidikan tinggi tidak akan berarti bila akhlak (etika) tidak menjadi basis atau pedoman utama dalam kehidupannya.
Mualem adalah sosok yang dikenal pemberani, memimpin puluhan ribu tentara GAM atau Teuntra Neugara Aceh (TNA) di masa konflik dulu. Ia pernah menjadi Wakil Gubernur Aceh periode 2012-2017. Mualem juga memimpin KONI Aceh, Kwarda Pramuka Aceh, dan yang paling sulit memimpin partai politik (Ketua Umum Partai Aceh sampai sekarang).
Hal yang sama juga Dek Fadh, pernah menjadi Ketua KNPI Pidie, anggota DPRK RI 2 periode dan dipercaya oleh Prabowo Subianto menjadi Ketua Umum Partai Gerindra Provinsi Aceh sampai sekarang.
Jabatan dan pengalaman-pengalaman tersebut tidak membuat Mualem-Dek Fadh merasa the Best apalagi angkuh (sombong), justru terlihat kedua sebagai tokoh yang sopan dan tawadhu' (rendah hati).
Penulis: Dr. Tgk. Yusuf Al-Qardhawy, SHI., MH., CPM (Alumni Dayah dan Akademisi).
Social Header