Alasan yang mendasar penolakan di samping bertentang dengan syariat dan Maqasaid As Syariyyah dan juga dengan local wisdom ke acehan. Serta Qanun Meukuta Alam Al Asyi.
Menurut Walidi, permainan domino yang dalam bahasa Aceh dikenal dengan istilah peh bate, bukan sekadar hiburan biasa. Ia menilai bahwa permainan tersebut melalaikan dan memiliki kecenderungan kuat terhadap praktik perjudian, sehingga tidak layak diresmikan sebagai cabang olahraga (cabor) yang legal di Aceh.
“Permainan domino bukan hanya persoalan permainan semata, tetapi telah lama dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap kultur budaya, adat istiadat, hukum, dan syariat Islam di tanah Serambi Mekkah ini,” tegasnya.
Penolakan ini mencuat setelah terbentuknya Perkumpulan Olahraga Domino Indonesia (PORDI) Provinsi Aceh, berdasarkan Surat Keputusan Pengurus Besar PORDI Nomor: SKEP-54/PB PORDI/IX/2025 tentang Susunan dan Komposisi Pengurus PORDI Aceh Periode 2025–2029.
Walidi menilai, keberadaan organisasi tersebut harus menjadi perhatian serius semua pihak agar tidak menjadi kalender resmi KONI Aceh.
“Kami tidak alergi dengan bentuk permainan atau olahraga dalam naungan KONI. Tapi jangan samakan Aceh dengan provinsi lain. Silakan domino diadakan di wilayah lain di Indonesia, namun tidak di Aceh, daerah yang menjunjung tinggi syariat Islam,” ujar Walidi.
MUNA Kota Banda Aceh bersama seluruh pengurusnya juga mendesak agar surat keputusan pembentukan PORDI Aceh dicabut, dan meminta pihak-pihak terkait untuk segera mengambil langkah tegas guna mencegah permainan ini menjadi bagian dari kegiatan resmi masyarakat Aceh.
“Domino sebagai olahraga resmi sangat bertentangan dengan prinsip penegakan syariat, nilai adat, dan warisan leluhur bangsa Aceh,” pungkasnya.
Sumber: Dr. Bustaman Usman (Walidy)
Wakil Ketua PW. MUNA Kota Banda Aceh
Social Header