Acara deklarasi ini turut dihadiri oleh perwakilan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Banda Aceh, guru sekolah, serta orang tua masing-masing remaja yang terlibat dalam aksi geng motor tersebut.
Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Joko Heri Purwono, yang hadir bersama Wakapolres, Henki Ismanto, dalam sambutannya menekankan pentingnya peran orang tua dalam pengawasan dan bimbingan anak. Ia mengingatkan bahwa keterlibatan anak dalam pergaulan negatif seperti balap liar atau tawuran bisa berujung pada tindakan pidana yang merugikan masa depan mereka.
“Jika anak terlibat kasus hukum, catatan tersebut akan tercatat di kepolisian, seperti dalam Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Hal ini dapat menghambat masa depan mereka, termasuk dalam pencarian pekerjaan atau bahkan dalam proses rekrutmen menjadi tentara, polisi, atau pelaut,” ujar Kombes Pol Joko Heri.
Ia juga menyampaikan pesan kepada orang tua agar lebih aktif mengawasi aktivitas anak-anak mereka, khususnya pada malam hari, dan mencegah mereka terlibat dalam balap liar atau pergaulan yang tidak sehat.
“Semua orang tua tentu ingin yang terbaik untuk anaknya. Mari kita introspeksi bersama, baik orang tua maupun anak, agar hal-hal serupa tidak terjadi lagi. Anak di bawah umur masih menjadi tanggung jawab orang tua, jadi mohon untuk lebih memperhatikan pergaulan mereka,” tambahnya.
Kombes Pol Joko Heri juga menyoroti fakta bahwa tindak pidana anak di bawah umur, seperti tawuran dan penganiayaan, sudah semakin sering terjadi. Ia menceritakan pengalamannya saat mengunjungi Lapas Lambaro, yang menampung sekitar 60 anak yang sedang menjalani hukuman.
“Kami tidak ingin anak-anak kita terjerumus dalam hal yang sama. Meski mereka ditempatkan terpisah dari tahanan dewasa, masa depan mereka tetap terancam. Maka dari itu, mari kita bersama-sama menjaga mereka agar tidak terlibat dalam geng motor atau pergaulan yang merugikan,” ujar Joko Heri.
Sementara itu, Perwakilan DP3A Banda Aceh, Nurjalisah, mengungkapkan kesiapan pihaknya untuk bekerja sama dengan sekolah dan kepolisian dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus serupa. Ia berharap peristiwa ini bisa menjadi pembelajaran bagi para remaja yang terlibat.
“Ketika anak melanggar hukum, mereka tetap bisa diproses meski dengan pendekatan pembinaan. Tawuran sering kali dimulai dari masalah kecil yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan cara yang lebih baik. Yang paling dirugikan adalah anak itu sendiri dan orang tuanya. Oleh karena itu, pengawasan orang tua sangat penting, termasuk dalam penggunaan telepon genggam,” ungkap Nurjalisah.
Dengan adanya deklarasi ini, diharapkan para remaja yang terlibat dapat menyadari kesalahan mereka dan berkomitmen untuk tidak mengulanginya, serta menjadi bagian dari perubahan positif di tengah masyarakat.(**)
Social Header