Pernyataan tersebut disampaikan SBY dalam pidatonya di forum internasional bertajuk “The World Disorder and The Future of Our Civilization”, yang digelar di Jakarta Selatan pada Rabu (30/7/2025). Acara tersebut dihadiri oleh akademisi, mahasiswa, tokoh masyarakat, serta sejumlah mantan pejabat negara.
“Negara yang kuat pun bisa jatuh lantaran para pemimpinnya meletakkan diri di atas pranata hukum, di atas sistem yang adil, dan di atas kesetiaan sejati terhadap negara dan rakyatnya,” tegas SBY dalam pidatonya.
SBY menyoroti bahaya kekuasaan yang tak terkendali. Ia mengingatkan bahwa sejarah telah mencatat bagaimana pemimpin yang absolutis dan anti-kritik bisa membawa kehancuran pada bangsanya. Sebagai contoh, ia menyebut raja-raja Prancis seperti Louis XIV dan Louis XVI, yang memerintah secara otoriter dan akhirnya memicu revolusi serta runtuhnya monarki.
“Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely,” kutip SBY, merujuk pada pernyataan terkenal dari sejarawan Inggris, Lord Acton.
Menurut SBY, gejala keruntuhan suatu peradaban sering dimulai ketika pemimpin tidak mau dikritik, mengabaikan hukum, serta menyalahgunakan institusi negara demi kepentingan pribadi atau kelompok.
“Pemimpin yang tak bisa dikritik, merasa tak bisa disentuh hukum, dan menjadikan negara sebagai milik sendiri, akan menggiring bangsa pada jalan kehancuran,” ujarnya.
SBY menutup pidatonya dengan menyerukan pentingnya menjaga nilai-nilai demokrasi, supremasi hukum, dan keadilan sosial sebagai fondasi utama agar Indonesia tidak terperosok pada kesalahan sejarah yang sama seperti negara-negara lain di masa lampau.
Sumber: Merdeka, Detik

Social Header