Breaking News

Opini | Mengapa Kasus Dugaan Ijazal Palsu Perlu di Tuntaskan? | GPN NEWS



 Opini | Mengapa Kasus Dugaan Ijazah Palsu Perlu Dituntaskan?

Sebuah Seruan Moral dan Politik untuk Menegakkan Kebenaran
Oleh: Wilson Lalengke

Mediagajahputihnews.com | Wilayah Pulau Weh (Sabang)

JAKARTA — | 8 Desember 2025-| Kepalsuan selalu lahir dari kebohongan. Ia tumbuh dari ketidakjujuran, berkembang menjadi tameng bagi berbagai penyimpangan, dan pada akhirnya meruntuhkan fondasi sosial serta moral sebuah bangsa. Diam terhadap kebohongan berarti memberi ruang bagi rapuhnya tatanan negara.

Kasus dugaan ijazah palsu yang menyeret salah satu tokoh publik di Indonesia bukanlah sekadar persoalan administratif. Ia terkait erat dengan integritas, kejujuran, dan legitimasi moral seorang pemimpin. Menuntaskan kasus ini menjadi penting, apa pun hasilnya, sebagai bentuk penghormatan terhadap kebenaran dan keadilan.


Kebohongan Sebagai Tirai Berduri

Kebohongan sering menjadi tirai berduri yang menutup kebenaran. Ia melukai siapa pun yang mencoba menyingkapnya dan menghambat hadirnya keadilan. Ketika kebohongan dibiarkan, masyarakat menjadi permisif. Kebenaran terpinggirkan, ketidakadilan tumbuh, dan pada akhirnya kehancuran moral tinggal menunggu waktu.

Kasus dugaan ijazah palsu adalah contoh bagaimana sebuah isu dapat memicu polarisasi dan ketidakpercayaan publik. Alih-alih mendorong klarifikasi, sebagian pihak memilih diam atau membela tanpa dasar. Padahal, tidak ada alasan pembenar bagi kebohongan dalam bentuk apa pun.


Mengapa Kasus Ini Harus Dituntaskan?

1. Menjaga Integritas Pejabat Publik

Pejabat publik dituntut menjadi teladan dalam kejujuran. Jika ijazah yang menjadi dasar legitimasi akademik dipertanyakan, maka kepercayaan publik ikut tergerus. Rakyat berhak mengetahui kejelasan dan keabsahan rekam jejak pendidikan pemimpinnya.

2. Menjaga Kredibilitas Institusi Pendidikan dan Hukum

Pembiaran terhadap dugaan kepalsuan ijazah akan menurunkan wibawa lembaga pendidikan dan aparat penegak hukum. Penyelesaian perkara ini menjadi ujian bagi komitmen negara dalam menjaga integritas sistem pendidikan serta supremasi hukum.

3. Menjaga Masa Depan Moral Bangsa

Sebuah bangsa tidak dapat berdiri di atas kebohongan. Jika manipulasi dijadikan jalan pintas menuju kekuasaan, generasi muda akan belajar bahwa kejujuran bukan lagi nilai penting. Ini berbahaya bagi kesehatan moral bangsa.


Kebenaran vs Kebohongan

Kebohongan memang dapat berlari cepat, menyebar luas, dan mempengaruhi opini publik. Namun kebenaran, meski kadang datang terlambat, selalu menemukan jalannya. Sayangnya, ketika kebenaran tiba, kerusakan moral yang ditinggalkan kebohongan sering kali sudah terlalu dalam. Karena itu, penyelesaian cepat menjadi kunci menjaga marwah bangsa.


Tanggung Jawab Bersama

Penuntasan kasus ini bukan semata tugas aparat penegak hukum. Masyarakat, media, akademisi, dan lembaga negara memiliki peran penting:

  • Masyarakat wajib menuntut transparansi.
  • Media wajib menghadirkan fakta yang berimbang.
  • Akademisi wajib menjaga integritas ilmiah.
  • Institusi negara wajib konsisten menegakkan hukum.

Diam berarti membiarkan kebohongan tumbuh. Diam berarti membiarkan keadilan mati.


Penutup

Kepalsuan adalah buah kebohongan, dan kebohongan adalah awal dari berbagai kesengsaraan. Bangsa yang ingin maju harus berdiri di atas pondasi kebenaran. Kasus dugaan ijazah palsu ini menjadi cermin bagi kita semua: apakah kita bangsa yang berani menegakkan kebenaran, atau bangsa yang rela tenggelam dalam kebohongan?

Hanya dengan kebenaran, keadilan dapat hidup. Dan hanya dengan keadilan, bangsa ini dapat bertahan.


Penulis:
Wilson Lalengke, Petisioner Hak Asasi Manusia pada 80th Petitioners Hearing – Fourth Committee, United Nations, New York City, Oktober 2025.


#Laporan Pers GPN Sabang News Oleh Kabiro | Eric Karno 

#Sumber Opini | Wilson Lalengke 

© Copyright 2022 - GAJAH PUTIH NEWS.COM