Kontroversi Impor Beras Sabang: Perlu Pelurusan Hukum, Bukan Tuduhan Sepihak
BANDA ACEH | GAJAHPUTIHNEWS – Polemik impor 250 ton beras dari Thailand melalui Pelabuhan Bebas Sabang memunculkan kembali perdebatan mengenai pemahaman pejabat pusat terhadap status hukum Sabang sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB).
![]() |
| Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebut pemasukan beras tersebut sebagai tindakan ilegal dan memerintahkan penyegelan. |
Padahal, kegiatan bongkar muat beras berlangsung terbuka dan disaksikan oleh Wali Kota Sabang, aparat keamanan, Bea Cukai, serta Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS). Seluruh proses tercatat dan berada dalam pengawasan resmi.
Sabang dan Status Hukumnya
Status Sabang sebagai pelabuhan bebas ditetapkan melalui UU No. 37 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, serta diperkuat oleh sejumlah regulasi turunannya.
Dalam ketentuan tersebut, barang konsumsi dapat masuk ke Sabang selama tidak keluar ke wilayah pabean Republik Indonesia. Bea Cukai juga menegaskan bahwa beras tersebut hanya boleh beredar di dalam Sabang dan masih menunggu dokumen PPFTZ untuk pemeriksaan fisik. Jika terdapat kekurangan administrasi, penyelesaiannya bersifat administratif, bukan pidana.
Koordinasi Pusat–Daerah Dipertanyakan
Respons tergesa-gesa tanpa verifikasi lengkap dinilai mencerminkan lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Sikap seperti itu menimbulkan kekhawatiran publik bahwa kebijakan yang tidak sinkron dapat menghambat potensi ekonomi Aceh, terutama posisi strategis Sabang yang berada di jalur perdagangan internasional Selat Malaka.
Apakah Ada Ancaman terhadap Stok Nasional?
Pernyataan Mentan bahwa impor beras melalui Sabang mengancam stok nasional juga dipertanyakan. Sabang memiliki jumlah penduduk yang kecil, tidak memengaruhi neraca pangan nasional, dan barang yang masuk tidak disalurkan ke wilayah pabean lainnya. Karena itu, belum jelas siapa yang sebenarnya merasa terancam oleh kegiatan impor tersebut.
Sabang Perlu Dukungan, Bukan Kecurigaan
Kebijakan yang tidak memahami karakteristik Sabang sebagai kawasan bebas dapat menghambat kepercayaan investor, melemahkan pelaku usaha lokal, dan merugikan upaya pembangunan ekonomi maritim Aceh.
Sabang semestinya menjadi gerbang peluang logistik, perdagangan, dan pariwisata ASEAN, bukan menjadi objek kecurigaan setiap kali melakukan aktivitas ekonomi.
Penguatan Regulasi sebagai Solusi
Aceh memiliki kekhususan dan Sabang memiliki dasar hukum yang kuat. Pemerintah pusat diharapkan memperkuat koordinasi, menghormati kerangka regulasi yang berlaku, serta memastikan setiap kebijakan didasarkan pada pemahaman yang tepat terhadap rezim kepabeanan kawasan bebas.
Catatan Redaksi:
Pemerintah pusat perlu memberikan klarifikasi yang akurat dan proporsional terkait kasus ini. Sabang bukan wilayah tanpa kepastian hukum, statusnya sebagai pelabuhan bebas telah ditetapkan oleh undang-undang dan wajib dihormati oleh seluruh pihak.
Editor: Junaidi Ulka



Social Header
Kontributor