Gajahputihnews com,Aceh Utara
Di sudut Gampong Meunasah Nga, Jalan Arakeumudi, Lhoksukon, terdapat kisah pilu seorang janda lansia bernama Nek Aisyah (60). Sejak ditinggal suaminya 3 tahun lalu, Nek Aisyah menjalani hari-hari sebatangkara di sebuah gubuk kecil yang jauh dari kata layak huni.
Gubuk itu sempit, berdinding papan mulai lapuk, dan atapnya terbuat dari daun rumbia. Setiap kali hujan deras, Nek Aisyah hanya bisa duduk memeluk lutut, khawatir dinding rumahnya roboh diterpa angin. Tidak ada perabotan mewah, hanya tikar lusuh dan beberapa barang seadanya.
“Kalau malam, dingin menusuk tulang. Saya takut kalau gubuk ini ambruk,” tutur Nek Aisyah dengan suara lirih dan mata berkaca-kaca. Hidup sebatangkara.
Ia tak punya penghasilan tetap, apalagi kemampuan untuk memperbaiki rumah yang semakin rapuh. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Nek Aisyah hanya mengandalkan belas kasih warga sekitar. Meski demikian, bantuan itu tak selalu datang.
Kisah Nek Aisyah menyentuh hati banyak orang yang mengetahuinya. Di usia senjanya, ia seharusnya menikmati hidup yang lebih tenang dan nyaman, bukan berjuang sendirian di tengah keterbatasan. Potret kehidupan Nek Aisyah adalah pengingat bahwa masih banyak masyarakat di pelosok yang luput dari perhatian, hidup dalam kondisi memprihatinkan.
Harapan besar tertuju kepada pemerintah dan para dermawan agar segera memberikan bantuan. Nek Aisyah, yang telah banyak melewati pahit manis kehidupan, hanya ingin menghabiskan sisa hidupnya dengan layak, di rumah yang aman dan nyaman. Sudah saatnya kita membuka mata dan hati untuk membantu mereka yang membutuhkan, seperti Nek Aisyah, yang kini hanya bisa berharap uluran tangan dari sesama.
Penulis : Teuku Saifuddin Alba
Editor. : @mpon_bl@ng
Social Header