![]() |
LPLHI-KLHI Sabang Desak Pemerintah Tertibkan Pelanggaran Sempadan Pantai: “Jangan Biarkan Hukum Lingkungan Diabaikan” Mediagajahputihnews.com-Wilayah Pulau Weh |
Ketua LPLHI–KLHI Sabang, SYUKRI (Bayu), Menegaskan bahwa kawasan sempadan pantai merupakan ruang terbuka publik yang tidak boleh dialihfungsikan menjadi area tertutup, apalagi dikuasai oleh pihak tertentu untuk kepentingan bisnis pribadi.
Berdasarkan Qanun Kota Sabang, garis sempadan pantai ditetapkan sejauh 25 meter dari titik pasang tertinggi air laut, dan wajib dijaga keberadaannya demi kepentingan ekosistem dan masyarakat.
“Kami melihat adanya pelanggaran serius di lapangan, di mana masyarakat dilarang melintas bahkan memancing di wilayah yang secara hukum adalah milik publik. Ini bentuk kesewenang-wenangan yang tidak bisa dibiarkan,” tegas Syukri (Bayu).
Ia juga meminta WaliKota Sabang bersama Kantor Pertanahan Kota Sabang untuk turun langsung menertibkan dugaan pelanggaran tersebut, serta memastikan tidak ada penerbitan sertifikat tanah di wilayah sepadan pantai yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan maupun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Timbun Laut dan Reklamasi Wajib Berizin Resmi
Dalam kesempatan yang sama, T. Bayu Sabang dari LPLHI–KLHI menegaskan bahwa seluruh kegiatan penimbunan laut (reklamasi) maupun pemanfaatan ruang laut wajib memiliki izin resmi yang diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui sistem OSS–RBA atau portal e–SEA.
Untuk kegiatan berusaha, diperlukan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL), sedangkan untuk kegiatan non-berusaha wajib memiliki Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKRL).
Langkah-langkah pengurusan izin reklamasi laut antara lain:
- Memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui sistem OSS.
- Menyiapkan dokumen lengkap, termasuk surat permohonan, NIB, hasil studi AMDAL, dan peta lokasi kegiatan.
- Mengajukan permohonan daring:
- PKKPRL (kegiatan berusaha) melalui OSS–RBA.
- KKRL (kegiatan non-berusaha) melalui portal e–SEA.
- Verifikasi administrasi dan teknis oleh KKP.
- Pembayaran PNBP dan penerbitan izin lokasi setelah dinyatakan lengkap dan sah.
“Setiap penimbunan laut tanpa izin adalah pelanggaran berat terhadap tata ruang dan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan besar. Pemerintah harus memastikan setiap kegiatan berjalan legal dan berkelanjutan,” ujar T. Bayu Sabang.
Pemanfaatan Sempadan Pantai Harus Sesuai Aturan
Selain izin pemanfaatan ruang laut, setiap pihak yang memanfaatkan wilayah sepadan pantai juga wajib memiliki Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan yang diterbitkan melalui sistem OSS oleh kementerian terkait.
Dasar hukum pemanfaatan tersebut antara lain:
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, sebagaimana diubah dengan UU No. 1 Tahun 2014.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) terkait pemanfaatan ruang laut.
Peraturan Daerah (Perda) dan Qanun Kota Sabang tentang tata ruang wilayah pesisir.
Tujuan utama pengaturan ini adalah menjaga keseimbangan ekologi, mencegah abrasi, serta melindungi hak masyarakat atas akses pantai sebagai ruang bersama.
Sanksi Pidana dan Administratif bagi Pelanggar
LPLHI–KLHI Sabang juga mengingatkan bahwa pelanggaran terhadap aturan pengelolaan wilayah pesisir dan sempadan pantai dapat berujung sanksi pidana dan administratif.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 (jo. UU No. 1 Tahun 2014), setiap orang yang melakukan kegiatan di wilayah pesisir tanpa izin dapat diancam pidana penjara paling lama 3 tahun dan/atau denda paling banyak Rp500 juta.
Ketentuan tersebut dijabarkan dalam:
Pasal 73 ayat (1): Melarang kegiatan yang mengubah garis pantai atau ekosistem pesisir tanpa izin pemerintah.
Pasal 75 ayat (1): Mengatur sanksi pidana bagi pemanfaatan ruang pesisir tanpa izin.
Selain sanksi pidana, pelanggar juga dapat dikenai sanksi administratif berupa:
- Pencabutan izin,
- Penghentian kegiatan,
- Pembongkaran bangunan atau fasilitas, dan
- Denda administratif.
Ketentuan ini diperkuat oleh PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Perpres Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai, yang menegaskan bahwa kawasan sempadan pantai merupakan zona lindung yang tidak boleh dialihfungsikan tanpa izin sah pemerintah.
“Kami mengingatkan seluruh pihak bahwa hukum lingkungan bukan sekadar aturan formal, tetapi wujud tanggung jawab moral terhadap alam dan generasi mendatang. Sabang tidak boleh menjadi korban dari kelalaian dan keserakahan,” tutup Syukri (Bayu).
Tegas • Lugas • Terdepan • Terpercaya
Social Header