Daerah
GAJAHPUTIHNEWS.COM |
Jumat, 31 Januari 2025-01:56 WIB
Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Mualem-Dek Fadh harus mampu menjaga keseimbangan antara penghematan dan tetap memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat, sambil mencari sumber pendapatan alternatif untuk mengatasi defisit anggaran yang mungkin timbul.
BANDA ACEH - Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto,(22/01/2025), telah menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang mengatur tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2025.
Inpres tersebut berisi tujuh poin yang mengharuskan kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah untuk melakukan penghematan secara signifikan, termasuk pengurangan belanja operasional dan pemotongan sejumlah anggaran strategis.
Pada poin kedua Inpres ini, Presiden Prabowo menginstruksikan untuk efisiensi belanja negara sebesar lebih dari Rp 306 triliun.
Ini mencakup belanja kementerian dan lembaga sebesar Rp 256,1 triliun serta transfer ke daerah senilai Rp 50,5 triliun.
Untuk mewujudkan efisiensi ini, Prabowo mengarahkan menteri dan pimpinan lembaga untuk mengidentifikasi area-area yang bisa dipangkas, termasuk belanja operasional kantor, perjalanan dinas, pembangunan infrastruktur, serta pengadaan alat dan mesin.
Arahan ini juga menyasar pemerintah daerah (Pemda), dengan pembatasan pada kegiatan seremonial dan studi banding yang dinilai kurang relevan.
Pemda juga diminta mengurangi perjalanan dinas hingga 50% serta membatasi pengeluaran honorarium dan tim yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan non-prioritas.
Bahkan, anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik pun dipotong drastis menjadi Rp 18,3 triliun, sementara untuk Otonomi Khusus (Otsus) Aceh dan Papua hanya disediakan Rp 509 miliar, dengan Aceh diperkirakan mendapat bagian sekitar Rp 250 miliar.
Dampak Efisiensi Bagi APBA 2025: Krisis Likuiditas Hingga Tertundanya Proyek Infrastruktur
Dampak dari instruksi ini akan terasa secara langsung di tingkat daerah, khususnya dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2025.
Ketua Umum Forum Jurnalis Aceh (FJA), Muhammad Saleh, menilai bahwa pemerintahan Aceh yang baru dipimpin oleh H. Muzakir Manaf (Mualem) dan Fadhullah (Dek Fadh), harus siap melakukan efisiensi anggaran secara besar-besaran, mulai dari pengurangan belanja operasional, seperti SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas), alat tulis kantor (ATK), hingga anggaran untuk seminar dan studi banding.
Namun, Saleh menambahkan bahwa penghematan anggaran ini, jika tidak dikelola dengan hati-hati, dapat berdampak pada efektivitas pelayanan publik.
Potongan anggaran pada sektor infrastruktur, seperti jalan dan jembatan, diprediksi akan menyebabkan penundaan pada proyek-proyek besar di Aceh.
Selain itu, pengurangan Dana Bagi Hasil (DBH) juga dapat memicu krisis likuiditas di Aceh, mengingat sektor-sektor yang bergantung pada dana tersebut, seperti pendidikan dan kesehatan, akan mengalami kesulitan pembiayaan.
Salah satu dampak signifikan dari Inpres ini adalah pemotongan dana Otsus, yang selama ini menjadi sumber pembiayaan bagi program-program strategis di Aceh, seperti pendidikan, kesehatan, dan pengentasan kemiskinan.
Dengan potongan Rp 250 miliar, Aceh harus merevisi prioritas pembangunan dan program-program yang selama ini mengandalkan dana Otsus.
Tantangan dan Peluang di Balik Efisiensi Anggaran
Kendati demikian, Saleh melihat sejumlah peluang strategis yang bisa diambil oleh pemerintahan Mualem-Dek Fadh.
Salah satunya adalah mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan menggali potensi baru seperti pariwisata, investasi, dan pengelolaan sumber daya alam.
Selain itu, efisiensi belanja non-prioritas, terutama pemotongan pengeluaran untuk perjalanan dinas dan ATK, bisa membantu pemerintah daerah mengurangi pengeluaran tanpa mengganggu pelayanan esensial.
Pemerintah Aceh juga perlu memperkuat sektor dana desa dan Corporate Social Responsibility (CSR) yang bisa menjadi sumber alternatif pembiayaan untuk proyek-proyek kecil.
Dengan langkah-langkah tersebut, Saleh mengingatkan bahwa Aceh harus menyusun ulang prioritas anggaran, memastikan bahwa alokasi dana tetap fokus pada kebutuhan utama dan program-program prioritas yang akan berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat.
Namun, Saleh juga menekankan pentingnya lobi ke pemerintah pusat untuk mendapatkan tambahan alokasi dana jika dampak Inpres ini terlalu besar bagi daerah-daerah seperti Aceh.
Tanpa upaya tersebut, APBA 2025 berisiko menghadapi defisit yang signifikan, yang dapat memperlambat pembangunan dan memperburuk beban sosial-ekonomi masyarakat.
Menjaga Keseimbangan Antara Efisiensi dan Pelayanan Publik
Dengan instruksi Presiden Prabowo yang menekankan efisiensi belanja negara dan daerah, tantangan bagi pemerintah daerah, khususnya di Aceh, semakin nyata.
Efisiensi anggaran memang perlu dilakukan, namun pengelolaan yang cermat sangat penting agar tidak mengorbankan kualitas pelayanan publik.
Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Mualem-Dek Fadh harus mampu menjaga keseimbangan antara penghematan dan tetap memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat, sambil mencari sumber pendapatan alternatif untuk mengatasi defisit anggaran yang mungkin timbul.
Gajahputihnews.com | Editor: jnd
Social Header