Mewarisi Jejak Guru: Perjalanan Hidup Tgk. Zainuddin Singa Aswaja dalam Menjaga Syariat Islam di Aceh
Mewarisi Ajaran Guru Besar
Abu Mukim merupakan sosok yang mewarisi prinsip-prinsip keilmuan dan dakwah dari gurunya, Allahyarham Abu H. Syech Abdul Wahab bin Abbas dan Abon Seulimeum. Guru-guru beliau dikenal tegas dalam dakwah dan sangat konsisten dalam memperjuangkan syiar Islam, terutama di Aceh. Dalam menjalani kehidupannya, Tgk. Zainuddin dibimbing oleh orang tua yang memiliki disiplin dan ketegasan dalam mendidik, terutama oleh ayahnya, Tgk. Ubiet, serta ibunya, Fatimah binti Tgk. Syik Musa.
Pendidikan agama beliau dimulai dalam pendidikan dayah sejak usia 14 tahun, ketika beliau melanjutkan dan belajar ilmu agama didayah Ruhul Fata Seulimeum pada tahun 1983. Di sana, beliau menghabiskan waktu 11 tahun untuk memperdalam ilmu agama dan memperkokoh jati dirinya sebagai seorang pembela agama. Sepanjang waktu tersebut, Abu Mukim menyerap ilmu dari berbagai aspek, baik fiqh, akidah, maupun tasawuf, dengan tetap memegang teguh prinsip-prinsip yang diajarkan oleh gurunya.
Perjalanan Dakwah dan Keluarga
Pada tahun 1995, setelah menyelesaikan pendidikan di dayah, Abu Mukim memutuskan untuk berhijrah ke Malaysia selama kurang lebih tiga tahun. Kembali ke Aceh, beliau melanjutkan perjuangannya di dunia pendidikan dengan menjadi guru pengajar di Ruhul Fata Putri. Selama berkarier sebagai pengajar, beliau tidak hanya berfokus pada pengajaran, tetapi juga membangun keluarga. Pada tahun 2001, Tgk. Zainuddin menikah dengan salah seorang muridnya dan dikaruniai lima orang anak. Namun, pada saat itu, beliau harus merasakan kehilangan dan duka yang sangat dalam, karena anak pertama beliau yang juga sedang menuntut ilmu di sebuah pesantren ternama di Aceh dipanggil berpulang ke rahmatullah.
Aktivisme dan Pengabdian kepada Masyarakat
Selain aktif dalam pendidikan agama, Tgk. Zainuddin juga berperan aktif dalam berbagai kegiatan sosial yang di inisiasi oleh organisasi kemasyarakatan. Beliau menjabat sebagai Dewan Pembina di Laskar Aswaja Aceh, Ketua Ormas Islam Aceh, keorganisasian islam lainnya serta Ketua Forum Mukim yang mewakili 17 mukim di Kota Banda Aceh. Dengan peran tersebut, beliau memiliki pengaruh besar dalam menyuarakan pentingnya penegakan dan penerapan syariat Islam di Aceh secara kaffah.
Sebagai seorang Imam Mukim, Tgk. Zainuddin juga dikenal tegas dalam menegakkan amar ma'ruf nahi mungkarnya dalam mazhab Syafi'i ahlussunnah waljamaah dalam bingkai syariat Islam. Beliau tidak pernah mundur dalam menyampaikan kebenaran, bahkan jika hal tersebut harus berhadapan dengan tantangan dan risiko. Salah satu moto hidup yang beliau warisi dari gurunya adalah "Qulilhaq Walaukana murran" yang berarti "Katakanlah yang benar walaupun itu pahit." Moto ini menjadi pegangan dalam setiap langkah perjuangannya.
Penerapan Syariat Islam di Aceh
Tgk. Zainuddin sangat memperhatikan dan prihatin atas pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Menurut nya aturan hukum, qanun dan ketegasan - ketegasan dalam penerapan syariat islam masih seperti seremonial dan musiman. Kita semua berharap syariat Islam itu bukan lagi tahapan sosialisasi di umur 21 tahun pemberlakuannya, tetapi kita masih begini-begini terus, sampai kapan kita selalu dalam sosialisasi sedangkan disekeliling kita terus dipertontonkan pelanggaran syariat itu sendiri.
Saya mengajak serta menghimbau kepada pemerintah dan instansi terkait, para alim ulama serta para guru-guru: Abu, waled, tgk-tgk yang lain, para ustadz- ustadzah dan pencinta Aswaja untuk saatnya bertindak tegas dalam penerapan serta penegakkan hukum syariat islam secara kaffah di nanggroe yg mulai ini.
Harapan kami dan kita semua diumur yang telah berjalan 21 tahun penerapan syariat islam di Aceh, kita harus mampu bersikap serta menangkal arus informasi dan digitalisasi moderesasi saat ini yang tidak mampu kita sensor, dan arus digitalisasi tersebut banyak disalah gunakan oleh masyarakat kita terutama para muda-mudi. Harusnya pemerintah Aceh harus memahaminya dengan serius untuk bersikap tegas dan Aceh harus terus berjalan dengan hukum dan syariat Islamnya sampai saat nya Aceh menjadi negeri "Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghofur" (بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُوْرٌ).
Selanjutnya Tgk. Zainuddin berpendapat bahwa saat ini bukan lagi saatnya untuk sosialisasi syariat, melainkan saatnya bagi pelanggar syariat Islam untuk menerima sanksi yang tegas. Beliau mengajak para dinas terkait dan pimpinan pemerintahan untuk lebih serius dalam menegakkan hukum syariat Islam di Aceh secara menyeluruh dan konsisten.
Ketegasan dan konsistensi dalam memperjuangkan syariat Islam yang selama ini dibangun oleh organisasi - organisasi islam seyogianya seiring selangkah sebahu dengan semangat kebersamaan dengan pemerintah dan kolaborasinya dalam menuntaskan persoalan ini. Perjuangan yang tidak kenal lelah yang dilakukan Tgk. Zainuddin Ubiet bersama kawan- kawan ormas islam lainnya sehingga beliau digelar singa Aswaja.
Sebagai salah satu pilar penting dalam mempertahankan dan memperjuangkan keutuhan syariat Islam di Aceh. Beliau telah menunjukkan eksistensi bahwa ilmu, keimanan, dan keberanian dalam menyampaikan kebenaran adalah kunci utama dalam perjuangan menegakkan agama Islam di zaman yang penuh tantangan ini. []
Sumber: Tgk. Zainuddin Ubiet
Social Header